Rabu, 15 Oktober 2008

Pendikte Opini Publik


Di Zaman sekarang ini informasi dapat tersebar dengan cepat sekali. Hal ini bisa terwujud terutama oleh kemajuan bidang penyiaran di dalam media (televisi, radio, koran). Apa yang terjadi di belahan bumi lain, dalam beberapa menit saja bisa langsung tersebar ke seluruh dunia. Berita tersebar begitu cepat dan luas, bahkan kita dapat menyaksikan sebuah peristiwa besar secara langsung (live) melalui televisi. Saya masih ingat bagaimana saya bisa menyaksikan secara langsung (Live) ketika menara kembar WTC di New York ambruk.

Berita juga dapat tersebar dengan cepat dan luas pada saat ini, tetapi saat sekarang ini media tidak hanya menyebarkan berita, tetapi juga ada opini terselubung yang tercampur aduk di dalam berita yang disampaikan sehingga juga membentuk opini publik, maka dapat di katakan bahwa media pada saat ini juga merupakan (dalam istilah saya), Pendikte Opini Publik.

Berita seringkali tidak hanya memuat fakta, tetapi juga memuat opini-opini di dalamnya. Apa beda opini dan berita? sederhananya, berita berisi kisah atau kejadian di suatu tempat tertentu, tetapi opini merupakan pendapat seseorang atau bisa saja kelompok, atas kejadian atau suatu peristiwa.

Pada saat saya masih kecil saya menonton berita di sebuah stasiun televisi yang ditayangkan pada jam 7 malam, pada saat itu ada berita tentang pembunuhan yang terjadi di Timur Tengah yang di lakukan oleh tentara Israel pada penduduk Palestina. Pembaca berita itu berkata kira-kira seperti ini, "Pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Israel yang kejam itu....." Pada saat saya mendengar kata-kata itu saya berpikir bahwa ini aneh, lalu timbul pertanyaan, mengapa tentara Israel dikatakan kejam di berita itu? bukankah seorang pembaca berita hanya membaca berita? bukan memberikan opini? apakah tentara Israel kejam atau tidak, bukankah opini harusnya diserahkan kepada masyarakat yang menonton? (karena acara itu merupakan acara khusus berita, bukan dialog, atau talk show yang memang berisi opini). Sebagai penerima informasi berita di dalam internet dan berbagai media lainnya, hendaknya kita harus bisa lebih kritis untuk menyaring opini-opini yang ada di dalam berita sehingga opini kita tidak di kendalikan oleh media yang tentu saja belum tentu "bijak" dalam "beropini", atau bahkan dalam berbagai kasus tertentu bisa saja memiliki agenda tersembunyi, karena bisa saja media tersebut di kuasai oleh kelompok tertentu, dan melalui media itu, mereka berusaha membentuk pandangan publik yang menguntungkan kelompok tersebut.

Contoh lainnya adalah berita tentang seorang homoseks yang membunuh banyak laki-laki yang sebagian besar merupakan kekasihnya. Nah, saya yakin 95% orang yang membaca ini pasti tahu siapa pembunuh yang saya maksud, dia adalah Ryan. Pada saat kasus Ryan terkuak, maka selama hampir satu bulan layar kaca kita di hiasi oleh wajah Ryan, bahkan Ryan sudah seperti seorang selebriti karena sampai ada yang meminta untuk berfoto ria dengan dia. Masalah di masyarakat mulai timbul ketika tayangan berita tentang Ryan di tayangkan terus pada minggu kedua. Para banci-banci mulai diduga memiliki potensi untuk membunuh secara sadis ala Ryan, maka mereka mendapatkan tekanan dari masyarakat dan lebih di kucilkan dan di takuti, sehingga banci-banci ini sampai meminta bantuan pada lembaga-lembaga masyarakat untuk membela hak mereka, dan menjernihkan satu logika sederhana yaitu bahwa banci-banci (yang dalam hal ini adalah juga merupakan homoseks) belum tentu memiliki jiwa pembunuh seperti Ryan.

Seorang Filsuf bernama Jurgen Habermas mengkritisi kondisi ini di dalam masyarakat. Dia melihat bahwa opini publik pada zaman sekarang ini cenderung di dikte oleh media. Apa saja opini yang di lemparkan media kepada publik, maka sebagian besar publik akan mengikuti opini tersebut. Disini dapat kita lihat bahwa hal ini merupakan hal yang sangat tidak sehat untuk perkembangan masyarakat di dalamnya, karena dengan mudah masyarakat di kendalikan, di manuver kemana saja media inginkan, karena publik tidak lagi memiliki opini nya sendiri, hanya terus memakan saja informasi dan opini tanpa mencerna kembali apa yang di dengar.

Masyarakat yang sehat, terutama yang hidup dalam iklim demokrasi, perlu memliki rasa kritis dalam menerima informasi dari media, nah sebagai individu-individu yang membentuk masyarakat, maka janganlah kita terus di dikte oleh media, kita perlu membaca, berpikir dan berpendapat secara kritis, pembentukan opini publik yang murni ada di tangan kita masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks for your Comments!